5 Harapan dan 6 Impian untuk UNSYIAH
Kamu dari UNSYIAH? Apakah kampusmu ada hubungannya dengan syi'ah?
Tiba-tiba saya menjadi SPB (Sales Promotion Boy) UNSYIAH.
Lambang Universitas Syiah Kuala |
UNSYIAH baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 56. Jika diibaratkan seorang manusia, orang yang berumur 56 tahun itu sudah pasti banyak pengalamannya. Banyak pula halangan dan rintangan yang telah dilaluinya. Semua itu, pada akhirnya, mampu membawa UNSYIAH untuk meraih Akreditasi A. Namun tetap saja, kemana pun saya pergi, saya harus menjelaskan kepada orang-orang bahwa UNSYIAH tidak berafiliasi sedikitpun dengan paham “Syi'ah”.
Sebagai salah satu alumni UNSYIAH, saya sangat bangga dengan perkembangan UNSYIAH saat ini, terutama dari segi akademik dan sosial masyarakat. Sangat sering saya dengar bagaimana sepak terjang junior saya di tingkat nasional dan internasional. Tidak jarang pula saya mengucapkan Alhamdulillah ketika saya membaca nama-nama junior saya di beberapa artikel internasional. Begitu juga dengan pengabdian mereka kepada masyarakat, melalui kegiatan KKN, saya terpukau dengan ide-ide cemerlang mereka dalam membantu masyarakat. Mereka juga masih kritis dalam menanggapi beberapa kebijakan yang diambil pemerintah Aceh. Saya sangat senang karena mereka tidak lupa dengan tanggung jawabnya dan berani turun langsung ke dalam masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Tan Malaka,
"Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"
"Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"
Selanjutnya, sebagai seorang alumni UNSYIAH, tentu saja, saya memiliki harapan dan impian untuk UNSYIAH. Harapan ini tidak muluk-muluk, impiannya pun tidak meninggi-ninggi. Dari sekian banyak keinginan itu, saya rangkumkan menjadi 5 harapan dan 6 impian saja. Dengan satu keinginan pasti, semoga Allah meridhai dan UNSYIAH dapat menggapainya.
Sebelum menjelaskan panjang lebar, ada baiknya saya terangkan sedikit mengenai makna harapan dan impian versi saya. Harapan adalah sebuah keinginan jangka pendek. Sedangkan impian adalah sebuah keinginan jangka panjang. Sangat sederhana bukan? Bagaimana definisi harapan dan impian menurut kalian?
5 Harapan Saya untuk UNSYIAH
Sebuah penelitian terbaru di Inggris menunjukkan bahwa dua per tiga (67 persen) dari mahasiswa menganggap fasilitas kampus merupakan salah satu faktor bagi mereka dalam memilih universitas. Oleh sebab itu, saya sangat berharap UNSYIAH lebih berbenah lagi dalam menyiapkan fasilitas karena fasilitas yang baik akan menjadi salah satu daya tarik bagi mahasiswa baru dan dapat mendukung kegiatan akademik, baik bagi para mahasiswa, dosen, maupun stafnya.
1. Listrik yang tidak pernah padam
Sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di bumi Siliwangi, dengan bantuan teman PK 41 LPDP, saya bersama istri di bawa salah satu tempat perbelanjaan terlengkap di Bandung, namanya Borma. Sesuai dengan jingle-nya, “semua yang Anda cari, semuanya, ada disini”. Ya, semuanya ada di Borma. Semua peralatan ada, mulai dari peralatan dapur, sumur, dan kasur, semuanya ada. Namun, ketika saya mengambil lampu emergency, teman saya bertanya, “kamu beli lampu itu untuk apa? Saya jawab, “Ya kalau ada mati lampu, tidak perlu repot-repot lagi cari lilin”. Terus dia dengan bangga menjawab, “Oh, disini mah, tidak pernah mati lampu”. “TIDAK PERNAH MATI LAMPU”. Kata-kata itu terngiang-ngiang dalam pikiran saya sampai semester 3. Ya, benar sekali, selama saya tinggal disini, hanya 1 kali saja saya mengalami pemadaman listrik, itupun tidak lama. Selama disini, hujan hampir setiap hari, terus kalau sudah memasuki bulan Agustus, itu hujan lebat plus petir yang suara gemuruhnya bisa membuat jantung copot. Akan tetapi, lampu masih tetap nyala. Nah, kalau disana, jika sudah hujan plus petir, kita sebagai warga negara yang sadar akan ketidakmampuan PLN disana, tentu harus segera menyiapkan lampu emergency, atau paling tidak lilin.
Keadaan ini akan menjadi lebih parah jika kalian adalah seorang akademisi, dan kegiatan kalian berhubungan dengan laboratorium. Kalian bisa membayangkan, ketika kalian harus menumbuhkan bakteri dengan suhu tertentu, dan untuk memperoleh suhu tertentu itu kalian harus menggunakan inkubator, dimana inkubator itu perlu listrik, dan listriknya padam. Apa yang harus dilakukan? Ya, paling istighfar, lalu mengulang kembali tahapan praktikumnya. Oleh sebab itu, UNSYIAH, di umurnya yang sudah menginjak 56 tahun, harus paham dengan masalah ini. Paling tidak, ada genset dan dana untuk genset di setiap fakultasnya. Hal ini penting sekali untuk kenyaman dan keberlangsungan kegiatan akademik di dalamnya.
2. Memiliki Transportasi Umum Milik Kampus
Beberapa hari yang lalu, saya dikunjungi oleh salah satu junior saya yang sama-sama penerima beasiswa LPDP, cuma bedanya, dia akan melanjutkan studi ke luar negeri. Setelah panjang lebar bercerita, sampailah pada pertanyaan, “bang, kalau di UI ada Bis Kuning (BiKun), kalau di IPB ada bus kampus, green bike, dan mobil listrik (MoLi), terus kalau di UPI, ada apa bang? Terus saya jawab, di UPI ada odong-odong hijau, cuma abang sama kakak lebih senang jalan kaki, toh disini tidak diijinkan bagi mahasiswa dan siswa untuk mengendari kendaraan pribadi di dalam kampus”. Terus dia Tanya lagi, “kalau di UNSYIAH ada apa bang?” Saya jawab, di UNSYIAH paling lengkap dek, semua ada. Ada labi-labi, ada Trans Kutaraja, ada kendaran pribadi, Dump truk pun ada, bentar lagi mungkin helikopter masuk ke lapangan tugu dek”.
Dari dulu, semenjak masih menjadi mahasiswa di FKIP Biologi. Saya selalu berpikir, kenapa banyak sekali lalu lalang kendaraan di dalam kampus. Jalan kampus penuh sesak. UNSYIAH perlu menyediakan aturan seperti di beberapa kampus lainnya, mahasiswa dilarang menggunakan kendaraan pribadi di kampusnya. Saat pertama kali mereka masuk kampus, mereka diharuskan memarkirkan kendaraannya, lalu berjalan kaki atau menggunakan transportasi dalam kampus untuk menuju kampusnya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan Green Lifestyle, yang mana selain bermanfaat untuk mahasiswa, juga bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan sekitar.
3. Integrasi Teknologi Informasi dalam Kegiatan pembelajaran dan Administrasi
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan teknologi informasi saat ini sangat pesat, dan merambah ke segala bidang kehidupan kita. Dunia pendidikan pun tak luput dari dampak perkembangan tersebut. Oleh sebab itu, teknologi informasi bukan merupakan hal yang baru bagi para akademisi di UNSYIAH. Mengapa teknologi bisa berkembang secepat itu? Salah satu alasannya adalah teknologi informasi menawarkan kemudahan bagi penggunanya.
Di UNSYIAH, saat ini sudah banyak penerapan teknologi informasi dalam hal adminitrasi, sedangkan dalam kegiatan pembelajaran, hanya satu dua orang dosen saja yang benar-benar menerapkannya. Padahal, potensi penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran sangat besar, hanya saja masih banyak yang tidak mau memanfaatkannya. Saya sering mendengar, “aneuk manyak lawet nyoe, gadoh lale ngen hape (anak-anak sekarang, banyak yang lalai karena hp)”. Padahal, dosen saya pernah mengatakan, “kenapa anak-anak menggunakan hp nya untuk bermain atau entertainment saja, ya karena pendidiknya jarang mau menggunakan hp tersebut ke dalam kegiatan pembelajarannya”. Untuk itu, kita harus cerdas dalam menanggapi perkembangan teknologi informasi ini. Daripada melawan arus perkembangannya, lebih baik kita memanfaatkannya, bukan?
4. Fasilitas Internet yang Lancar dari Pagi sampai Sore
Sebelum saya menuliskan postingan ini, saya sudah bertanya kepada teman yang masih ada di UNSYIAH, “Bang, bagaimana internet di UNSYIAH saat ini? Lalu dia menjawab, “Seperti biasa, kadang-kadang sangat lancar, kadang-kadang ya salam”. Ternyata, keadaan internetnya masih sama seperti saat saya kuliah dulu. Saya sangat berharap kepada UNSYIAH agar segera memperbaiki fasilitas internet ini. Karena, untuk mendownload jurnal, itu perlu koneksi internet dengan IP UNSYIAH. Bukankah UNSYIAH sudah banyak berlangganan jurnal internasional? Jurnal yang telah UNSYIAH langgankan itu hanya bisa diakses dengan menggunakan IP UNSYIAH. Jika internetnya “ngadat”, bagaimana caranya untuk mendownload? Memang benar, Perpustakaan UNSYIAH saat ini menyediakan fasilitas download ini, tapi apakah untuk mendownload satu atau dua jurnal saja harus ke perpustakaan terlebih dahulu?
5. Civitas Akademika yang Peka untuk Merawat Kampus
Mengenai permasalahan ini, sebenarnya saya tidak berharap pada UNSYIAH-nya saja, namun kepada seluruh civitas akademikanya. Ada teman sekelas saya yang juga berasal UNSYIAH menceritakan kepada saya. “Bang, abang kenal dengan Ibu Fulan ini?” Saya jawab, “Ya, saya kenal, beliau dosen pembimbing saya, memangnya kenapa?” Si teman dengan semangatnya bercerita, “dulu kami pernah ke toilet, terus ketemu ibu itu, pas kami mau masuk, dia bilang, kalian jangan masuk dulu, lalu dia keluar toilet, memanggil seorang mahasiswi yang baru saja keluar toilet dengan suara yang besar, hei kamu, kamu yang baru saja keluar dari ini kan? Terus si mahasiswi meng-iyakan, terus si ibu menyuruh si mahasiswi untuk melihat keadaan toilet yang baru saja digunakannya, ini pasir dari sepatu kamu kan? Si mahasiswi kembali meng-iyakan, si ibu lalu mengatakan kamu itu sudah mahasiswa, masak cara kerja kamu begini. Kamu harus bersihin pasir begini sebelum meninggalkan toilet”. Itu merupakan secuplik keadaan di UNSYIAH (dulu, semoga saat ini tidak ada lagi).
Di lain kesempatan, saya juga sering melihat mahasiswa yang sedang naik tangga sambil menggesek tangan yang ada cincinnya sampai berbunyi pada pegangan tangga, lalu saya hampiri dia, sambil berjalan saya mengatakan, “oh, pantas cat-cat di pegangan ini cepat sekali terkelupas, rupanya kerjaan kamu ya”. Ada juga yang suka menoret-coret meja dan busa di kursi, ada juga busa di kursi yang jebol (sepertinya yang duduk di kursi adalah saudara Hulk). Belum lagi dengan kebiasaan para mahasiswa dan mahasiswi yang suka membuang tissue di saluran toilet. Masalah ini sering saya dengar dari staf yang bekerja di UNSYIAH. Hal tersebut sering membuat saluran pembuangan tersumbat. Mereka sebenarnya sudah lelah untuk mengingatkan. Oleh sebab itu, saya berharap kepada semua civitas akademika UNSYIAH untuk saling menjaga dan merawat UNSYIAH, kalau bukan kalian yang merawatnya, siapa lagi? Para petugas kebersihan? Jumlah mereka itu lebih sedikit daripada kalian, hanya mengharapkan mereka saja dalam merawat dan membersihkan UNSYIAH sama saja seperti melihat ombak yang membasahi bibir pantai, basahnya hanya sebentar saja.
6 Impian Saya untuk Unsyiah
1. UNSYIAH Masuk dalam Jajaran 10 Besar Universitas Terbaik di Indonesia
Berdasarkan informasi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia mengenai peringkat perguruan tinggi non politeknik Tahun 2017, UNSYIAH berada di urutan 27, jauh di bawah USU dan UNIMED. Oleh sebab itu, jangan heran jika banyak para mahasiswa baru dari Aceh lebih memilih kedua kampus tersebut dibandingkan UNSYIAH.
2. Jumlah Publikasi yang Semakin Meningkat Setiap Tahunnya
Menurut Scopus, jumlah publikasi Indonesia berada di peringkat 3 di antara negara-negara ASEAN, berada di bawah Malaysia dan Singapura. UNSYIAH sendiri, total publikasi hingga 31 Mei 2016 adalah 642 dokumen, berada pada peringkat 14, tepat di bawah Universitas Andalas. Jumlah publikasi UNSYIAH terus naik sejak tahun 2008 dan rata-rata pertumbuhannya dalam 5 tahun terakhir adalah 27,06%. Saya sangat ingin pertumbuhan ini terus meningkat dan saya yakin UNSYIAH mampu melakukannya.
3. Menyiapkan Mahasiswa yang Menjunjung Tinggi Agama, Adat dan Budaya, serta Pancasila
Beberapa hari yang lalu, melalui lini masa media sosial, saya kembali melihat kehebohan tentang UNSYIAH. Saya pikir apakah ada mahasiswa UNSYIAH yang memenangkan kompetisi internasional, atau ada mahasiswa UNSYIAH yang menjadi pembicara di forum internasional, ternyata kasus “Korean Dance”.
Indonesia itu negara kaya akan budaya. Indonsia memiliki lebih dari 700 suku, lebih dari 600 bahasa daerah, lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Namun kenapa masih bangga dengan budaya luar? Kenapa sangat bersemangat dengan tarian luar? Bahkan, di Aceh sendiri ada sekitar 16-an tarian. Kenapa harus memilih tarian asing? Yang jelas-jelas tidak sesuai dengan agama, adat dan budaya Indonesia?
Dibalik kejadian tersebut, ada lagi yang membuat saya tertawa terbahak-bahak. Malah ada orang Aceh menganggap hal tersebut masih “wajar’, karena pakaian yang digunakan oleh “dancer”nya “sopan”. Saya ingin bertanya, standar “sopan” daerah mana yang digunakan oleh mereka? Standar “sopan” daerah Timur atau daerah Barat? Sebagai seorang mahasiswa, sangat penting untuk peduli dengan kekayaan adat dan budaya daerah kita sendiri, karena jika bukan mahasiswa yang melestarikan adat dan budayanya, terus siapa? Mau berharap orang dari negara lain yang melestarikannya? Yang ada malah diklaim sama mereka.
4. Meningkatkan Rasa untuk Berkolaborasi, Tidak hanya Kompetisi
Di dalam pendidikan, ada yang namanya asesmen. Selanjutnya, asesmen itu terbagi menjadi asesmen formatif dan asesmen sumatif. Asesmen dilaksanakan sepanjang kegiatan pembelajaran dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran, baik untuk pendidik maupun peserta didik. Sedangkan, asesmen sumatif dilaksanakan pada waktu tertentu, biasanya akhir semester dan bertujuan untuk memberikan nilai (judgement) terhadap peserta didik. Asesmen sumatif juga dikenal dengan evaluasi.
Sepanjang pengetahuan saya, lebih banyak asesmen sumatif daripada asesmen formatif yang dilakukan di UNSYIAH, akan tetapi kenapa mahasiswa UNSYIAH sangat getol dengan evaluasi saja? Sehingga dalam pikiran mereka yang tahunya hanya kompetisi saja? Yang penting saya dapat nilai tinggi, dapat IPK Cumlaude, bagaimanapun caranya. Saya tidak menafikan bahwa Cumlaude itu penting, toh Menteri Ketenagakerjaan saja memberikan prioritas khusus untuk para lulusan Cumlaude. Namun, dibalik hal itu, saya merasa ada yang lebih penting, yaitu membangun “link”. Apa itu link? Saya yakin kalian semua pasti tahu “link” itu apa. Karena saya sadar, memiliki predikat Cumlaude saja tidak cukup untuk membangun Aceh ke depannya.
5. Menumbuhkan Rasa Entrepreneurship kepada Mahasiswa
Tahukah kalian berapa persentase ideal jumlah pengusaha di sebuah negara? Jawabannya adalah 2% (menurut David McClelland). Jadi, jika sebuah negara memiliki 2% pengusaha, maka negara tersebut dapat disebut sebagai sebuah negara makmur. Tahukan berapa persentase jumlah pengusaha di Indonesia? Jawabannya adalah hanya 1.8% saja. Sedangkan negara tentangga kita, Malaysia memiliki 5% pengusaha dan Singapura 7%. Jadi jangan heran jika mereka lebih maju dibandingkan dengan kita.
Sebenarnya, kita bisa memulai kegiatan enterprenership dari bangku kuliah. UNSYIAH pun sudah memahami masalah ini dengan mengeluarkan program bantuan. Namun, berdasarkan informasi dari teman saya yang juga peserta dari program tersebut, dia mengatakan jumlahnya pun tidak mencapai 2% dari jumlah total mahasiswa UNSYIAH. Kita tidak harus menjadi mahasiswa ekonomi untuk menjadi seorang pengusaha.
6. Memiliki Pusat Kegiatan Akademik di Aceh
Sebagai Universitas dengan Akreditasi A di Aceh, saya ingin UNSYIAH menjadi pusat kegiatan akademik di Aceh. Sebelum ada orang yang mengatakan bahwa “di kaki tempat saya berdiri ini ada minyak”, terlebih dahulu dia harus meminta hasil penelitian para ahli di Teknik Pertambangan UNSYIAH. Sebelum ada orang yang mengatakan “ekonomi paling jelek di Aceh”, terlebih dahulu dia harus minta data dari ahli ekonomi UNSYIAH. Begitulah sewajarnya. Namun saat ini, hal itu sulit terjadi, ditambah lagi dengan keadaan politik kepentingan disana. Alhasil, UNSYIAH hanya jadi korban cemoohan masyarakat karena ulah mereka.
Demikianlah. Semoga semua apa yang harapkan dan impikan ini diridhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan semuanya terlaksana di UNSYIAH.
Ternyata tidak berhubungan dengan Syiah, semoga impiannya bisa terwujud
BalasHapus